Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila seseorang Meninggal Dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara Yaitu : sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakan Orangtuanya"

Jumat, 27 November 2015

ILMU TAUHID

ILMU TAUHID (Mengenal Allah), ILMU FIQIH (Cara menyembah Allah) DAN ILMU TASAWUF (akhlaq)
oleh Majelis Dzikir Dan Kajian Agama "Arbabul-Hija" .
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang
يَنْبَغِى لِكُـلِّ شَارِعٍ فِى فَنٍّ مِنَ الفُنُونِ أَنْ يَتَصَوَّرَهُ وَيُعَرِّفَهُ قَبْلَ الشُّرُوْعِ فِيْهِ لِيَكُونَ عَلَى بَصِيْرَةٍ فِيْهِ وَيَحْصُلُ التَّصَوُّرُ بِمَعْرِفَةِ المَباَدِى العَشَرَةِ المَنْظُومَةِ فىِ قَولِ بَعْضِهِمْ ؛
Seyogia yang mengandung pahala sunnah bagi setiap orang yang hendak mempelajari suatu ilmu, terlebih dahulu harus mengetahui uraian-uraian ilmu yang akan di pelajari, dengan harapan agar dapat mewaspadai ilmu yang akan di pelajari, dan uraian-uraian ilmu itu adalah dengan cara megenali 10 macam kerangka ilmu, sebagaimana penjelasan sya’ir yang di abadikan sebagian Ulama :
إِنَّ مَباَدِى كُـلَّ فَنٍّ عَشْـرَةُ الحَـدُّ وَالمَوْضُوعُ ثُمَّ الثَّـمْرَةُ
وَفَضْـلُهُ وَنِسْـبَةٌ وَالوَاضِـعُ الإِسْمُ الإِسْتِمْدَادُ حُكْمُ الشَّارِعُ
مَسَائِلٌ وَالبَعْضُ بِالبَعْضِ اكْتَفَى وَمَنْ دَرَى الجَمِيْعَ حَازَ الشَّرَفاَ
- Sesungguhnya kerangka ilmu itu berjumlah sepuluh
Definisinya(1), penempatannnya(2) serta hasilnya(3)
- Keutamaannya(4), perbandingannya(5) dan penciptanya(6)
Namanya(7), sumbernya(8), hukum agamanya(9)
- Dan masalah-masalahnya(10), cukup diuraikan sebagian
Namun siapa uraikan semua, kan dapat kemuliaan
Demikianlah latar belakang penyusunan Mabade’ Ilmu artinya kerangka suatu ilmu dan hal ini disebut Muqoddimah ilmu artinya Pendahuluan suatu ilmu hingga diketahui seberapa besar pentingnya mempelajari ilmu tersebut dan juga hal yang lainnya. Dalam risalah ini kami tuangkan 3 bidang studi, yaitu Tauhid, Fiqih dan Tasawuf, berikut rinciannya ;
1. MUQODDIMAH ILMU TAUHID
Ketika akan mempelajari ilmu Tauhid, maka saya katakan ;
حَدُّهُ عِلْمٌ يَقْتدِرُ بِهِ عَلىَ إِثبْاَتِ العَقَائِدِ الدِّنِيَّةِ مُكْتَسِبٌ مِنْ أَدِلَّتِهَا اليَقِيْنِيَّةِ
1. Batasan ( Definisi ) ;
Ilmu Tauhid adalah suatu ilmu yang menjadi pedoman untuk menetapkan aqidah agama Islam yang berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan.
وَمَوْضُوعُهُ ذَاتُ اللهِ تَعاَلىَ وَصِفَاتُهُ بِحَيْثُ ماَيَجِبُ لَهُ وَماَ يَسْتَحِيْلُ وَماَيَجُوْزُ وَذَاتُ الرُّسُلِ كَذَلِكَ وَالمُمْكِنُ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُ يُتَوَصَلُ بِهِ اِلىَ وُجُودِ صَانِعِهِ وَالمُسْمَعِيَّاتِ مِنْ حَيْثُ اِعْتِقَادِهَا بِذَاتِهِ تَعَالىَ وَذَاتِ رُسُلِهِ وَماَيَنْبَعُ مِنْ ذَلِكَ
2. Penempatan ( ruang lingkup ) ;
Penempatan ilmu tauhid adalah menerangkan Dzat dan sifat Allah sekiranya sesuatu yang wajib, yang mustahil dan Hak preogratif di Allah Swt, menerangkan Dzat dan sifat para Rosul ( utusan Allah ), menerangkan sesuatu yang mungkin, sekiranya menjadi dalil atas wujud Allah Swt, serta menerangkan sesuatu yang terdengar, yang harus di yakini pada Dzat Allah dan Dzat para Rosul-rosul Nya, juga menerangkan yang muncul dari hal-hal demikian.
وَثَمْرَتُهُ مَعْرِفَةُ اللهِ وَصِفَاتهُ بِالبُرْهَانِ القَطْعِيَّةِ وَالفَوْزُ بِالسَّعَادَةِ الأَبَدِيَّةِ
3. Buah ( hasilnya ) ;
Hasil mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal Allah dan sifat-sifatnya dengan berdasarkan dalil-dalil yang pasti serta mendapatkan kebahagiaan yang kekal
وَفَضْلُهُ مَعْرِفَةُ مَايُطْلَبُ اِعْتِقَادُهُ
4. Keutamaan ( kelebihannya ) ;
Keutamaan ilmu tauhid adalah mengenal sesuatu yang harus di yakini hingga menjadi sebuah aqidah atau keyakinan di dalam agama Islam.
وَنِسْبَتهُ أَنَّهُ أَصْلُ العُلُوْمِ وَماَسِوَاهُ فَرْعٌ
5. Perbandingan ilmu tauhid dengan Ilmu lainnya ;
Perbandingan ilmu tauhid dengan ilmu-ilmu lainnya adalah bahwa ilmu tauhid adalah akar atau sumber semua ilmu dan selain ilmu tauhid adalah cabang-cabangnya.
وَوَاضِعُهُ أَبُو الحَسَنِ الأَشْعَرِى وَمَنْ تَبِعَهُ وَأَبُو مَنْصُوْرِ الماَتُرِدِى وَمَنْ تَبِعَهُ بِمَعْنَى أَنَّهُمْ دَوَّنوُا كُتُبَهُ وَرَدُّوْا الشِّبْهَ الَّتِىْ أَوْرَدَتْهَا المُعْتَزِلَةُ وَاِلاَ فَلاَيَصِحُّ ِلأَنَّ التَّوْحِيْدَ جَاءَ بِهِ كُلُّ نَبِىٍّ مِنْ لَدُنِ أَدَمَ إِلىَ يَوْمِ القِيَامَةِ
6. Pencipta ( Penyusun ) ;
Pencipta ilmu tauhid adalah Syekh Abul Hasan Al ‘Asy’ariy serta pengikutnya dan Syekh Abu Mansur Al Maturidiy serta pengikutnya.
Maksud pencipta di sini artinya adalah mereka yang menulis serta menyusun buku-buku tauhid dan menyangkal faham-faham sesat yang di kemukakan kaum Mu’tazilah atau kaum-kaum sesat lainnya, pencipta disini diartikan sebagai menulis kitab-kitab tentang pelajaran tauhid, karena tidaklah betul ilmu tauhid diciptakan oleh mereka secara sesunguh-nya, karena ilmu tauhid telah ada di bawa oleh setiap nabi-nabi semenjak Nabi Adam hingga zaman Nabi Muhammad Saw.
وَاسْمُهُ عِلْمُ التَّوْحِيْدِ لأَنَّ مَبْحَثَ الوَحْدَانِيَّةِ أَشْهَرُ مَباَحِثهِ , وَيُسَمىَّ أَيْضًا عِلْمُ الْكَلاَمِ لأَنَّ المُتَقَدِّمِيْنَ كاَنوُا يَقُولُونَهُ فىِ التَرْجَمَةِ عَنْ مَباَحِثِ الكَلاَمِ
7. Nama ( namanya ) ;
Ilmu ini dinamakan dengan ilmu “Tauhid” artinya meng-esa-kan, karena bahasan meng-esakan Allah dalam ilmu ini lebih populer dari pada bahasan yang lainnya, dinamakan pula dengan ilmu “Kalam” karena Ulama terdahulu sering mengatakan ilmu tauhid ini dengan sebutan ilmu kalam di dalam menterjemahkan bahasan-bahasan ilmu ini.
وَاسْتِمْدَادُهُ مِنَ الأَدِلَّةِ العَقْلِيَّةِ وَالنَّقْلِيَّةِ القُرْآنِ وَالحَدِيْثِ
8. Nara Sumber ;
Sumber ilmu tauhid adalah dari dalil-dalil logika dan dalil-dalil Naqliyyah (referensi) dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
وَحُكْمُهُ شَرْعًا وُجُوْبُ العَيْنِى عَلىَ كُلِّ مُكَلَّفٍ وَكَذَا طَلَبٌ فِيْهِ
9. Hukum Agama ;
Hukum mempelajari ilmu tauhid menurut agama Islam adalah wajib ‘Aeni (kewajiban Individu) atas setiap mukallaf (balig berakal) demikan juga sama halnya menuntut ilmu tersebut juga hukumnya wajib ‘Aeni.
وَمَسَائِلُهُ اَلقَـضاَياَ الباَحِـثَةُ عَنِ الواَجِباَتِ وَالجَائِزاَتِ وَالمُسْتَحِيْلاَتِ
10. Masalah-masalah ( perihal ) ;
Masalah-masalah ilmu tauhid adalah kaidah-kaidah yang membahas hal-hal wajib, membahas hak-hak preogratif dan juga membahas hal-hal yang mustahil.
II. URAIAN BISMILLAH VERSI ILMU TAUHID
وَيَنْبَغِى أَيْضًا لِكُلِّ شَارِعٍ فِى فَنٍّ مِنَ الفُنُونِ أَنْ يَتَكَلَّمَ بِطَرْفِ البَسْمَلَةِ مِمَّايُنَسِبُ ذَلِكَ الفَنَّ وَفَاءً بِحَقِّ البَسْمَلَةِ وَوَفَاءً ِبِحَقِّ الفَنِّ المَشْرُوعِ , وَحَقُّ الفَنِّ أَنْ يَتَكَلَّمَ الشاَّرِعُ بِطَرْفِ البَسْمَلَةِ مِمَّايُنَاسِبُ ذَلِكَ الفَنَّ المَشْروُعِ , وَحَقُّ البَسْمَلَةِ أَنْ لاَيَتْرُكَ الكَلاَمَ عَلىَ البَسْمَلَةِ رَأْسًا
Seyogya yang mengandung nilai pahala sunnah juga, bagi orang yang hendak mempelajari sebuah ilmu adalah agar mengenali sepucuk uraian Bismillah menurut ilmu yang akan di pelajari, karena mengenal sepucuk uraian Bismillah adalah memenuhi hak Bismillah dan memenuhi hak ilmu yang di pelajari, hak ilmu adalah harus membicarakan sepucuk bahasan Bismillah sesuai dengan ilmu tersebut, sedang hak Bismillah ialah sedikitpun tidak meninggalkan membicarakan bahasan uraian Bismillah.
وَالآنَ نُشَرِعُ فىِ فَنِّ التَّوْحِيْدِ فَيَنْبَغِى عَلَيْنَا أَنْ نَتَكلَّمَ ِبِطَرْفِ البَسْمَلَةِ مِمَّايُنَسِبُ الفَنَّ التوَّحِيْدِ
Saat ini kita hendak mempelajari ilmu tauhid maka selayak-nya kita terlebih dulu membicarakan sepucuk uraian bahasan Bismillah sesuai dengan ilmu Tauhid.
فَنَقُولُ أَنَّ حَرْفَ البَاءَ فىِ البسْمَلَةِ إِمَّا لِلْمُصَاحَبَةِ عَلىَ وَجْهِ التَّبَارُكِ أَوِْللأِسْتِعَانَةِ كَذَلِكْ وَلاَمَانِع مِنَ الأِسْتِعَانَةِ بِاِسْمِهِ تَعَالَى كَمَايُسْتَعَانُ بِذَاتِهِ
Maka kami katakan bahwa huruf Ba pada permulaan kalimat Bismillah adakalanya mengandung arti kebersamaan dengan Allah dari sisi memohon keberkahan dengan menyebut nama Allah, adakalanya mengandung arti memohon pertolongan pada Dzat Allah dengan menyebut nama Nya, dan tidak terlarang memohon pada nama Allah Swt sebagaimana memohon pertolongan pada Dzat Nya.
وَالأَوْلىَ جَعْلُهَا لِلْمُصَاحَبَةِ عَلىَ وَجْهِ التَّبَارُكِ أَوْ عَلىَ وَجْهِ الأِسْتِعَانَةِ بِذَاتِه تَعَالىَ ِلأَنَّ جَعْلَهَا لِلأِسْتِعَانَةِ بِاِسْمِهِ إِسَاءَةُ الأَدَابِ
Dan yang paling utama adalah menafsirkan arti huruf Ba tersebut dengan arti kebersamaan dari sisi memohon keberkahan dengan menyebut nama Allah Swt. Atau dengan arti memohon pertolongan pada Dzat Allah, karena memohon pertolongan pada nama Allah adalah perbuatan tercela yang tercela.
ِلأَنَّ الإِسْتِعَانَةَ تَدْخُلُ عَلىَ الآلَةِ فَيَلْزَمُ عَلَيْهَا جَعْلُ إِسْمِ اللهِ مَقْصُودًا لِغَيْرِهِ لاَ لِذَاتِهِ
Karena memohon pertolongan pengertianya akan masuk pada penggunaan alat, seandainya memohon pertolongan itu pada nama Allah, maka nama Allah di jadikan sebagai alat yang memungkinkan maksud pada selain Allah, bukan tujuan pada Dzat Allah Swt.
Memungkinkan bermaksud atau bertujuan memohon kepada selain Allah adalah terlarang dan menimbulkan kekufuran.
اِلاَّ أَنْ يُقَالَ أَنَّ مِنْ جَعْلِهَا لِلأِسْتِعَانَةِ بِاسْمِهِ نَظْرًا اِلىَ جِهَةِ الأُخْرَى وَهِىَ أَنَّ الفَعْلَ المَشْرُوْعُ فِيْهِ لاَ يَتِمُّ عَلىَ وَجْهِ الأَكْمَلِ اِلاَّ بِاِسْمِهِ تَعَالىَ لَكِنْ قَدْ يُقَالُ مَظَنَّةُ الأِسَاءَةِ الأَدَابِ مَازَالَتْ مَوْجُوْدَةً
Kecuali apabila diucapkan, bahwa menjadikan arti huruf Ba dengan memohon pertolongan pada nama Allah swt, adalah karena melirik ke sisi lain, yaitu melirik pada pengakuan alasannya, bahwa perbuatan yang hendak dilakukan seiring membaca Bismillah adalah tidak sempurna kecuali dengan menyebut nama Allah.
Akan tetapi pengakuan alasan ini seperti inipun masih rentan menimbulkan dugaan yang salah hingga berakibat kekufuran yang selalu ada karenanya.
Kesimpulannya bahwa huruf Ba tidak boleh diartikan memohon pertolongan kepada nama Allah Swt, akan tetapi sesungguhnya memohon pertolongan itu adalah pada Dzat Allah Swt, bukanlah pada nama.
وَمَعْنَى الباَءِ الإِشاَرِىُّ بِى كَانَ مَاكَانَ وَبِى يَكوُنُ مَايَكوُنُ وَحِيْنَئِذٍ يَكوُنُ فىِ البَاءِ إِشَارَةٌ اِلىَ جَمِيْعِ العَقَائِدِ ِلأَنَّ المُرَادَ بِى وَجَدَ مَاوَجَدَ وَبِى يوُجَدُ مَايوُجَدُ
Makna huruf Ba dari sisi isyarat yang terkandung di dalam-nya adalah Allah Swt berkata, “OlehKU telah terjadi sesuatu telah terjadi, olehKU pula akan terjadi sesuatu akan terjadi” dari arti ini huruf Ba merupakan pertanda dari semua unsur aqidah, karena sesungguhnya yang di maksudkan dari aqidah itu adalah :
“OlehKU telah terwujud sesuatu yang telah terwujud, olehKU pula akan terwujud sesuatu yang akan terwujud”.
وَلاَ يَكوُنُ كَذَلِكَ اِلاَّ مَنِ اتَّصَفَ بِصِفَاتِ الكَمَالِ وَتَنَزَهَ عَنْ صِفَاتِ النُّقْصاَنِ كَمَاكَرَّرَهُ بَعْضُ الأَئِمَّةِ التَّفْسِيْرِ
Tidaklah huruf Ba mengandung makna Isyarat seperti demikian, kecuali makna Isyarat tersebut terdapat pada Dzat yang memiliki sifat sempurna serta tersucikan dari sifat-sifat yang kurang, sebagaimana kandungan makna seperti itu di tetapkan oleh para Ulama-Ulama tafsir.
وَالأِسْمُ عِنْدَ البِصْرِيِّيْنَ مُشْتقٌ مِن السُّمْوٌ وَهُوَ العُلُوْ دوُنهُ ِِِِلأَنَّهُ يَعْلُوْ مُسَمَّاهُ
Kalimat “Ismu” pada Bismillah menurut Ulama-ulama kota Bashroh (Iraq) adalah diambil dari kalimat “sumwun” artinya tinggi, kalimat ismu tidak di artikan selain makna tinggi karena makna tinggi memberikan pertanda Maha tinggi nama yang di sebutnya yaitu nama Allah Swt.
وَاللهُ عَلَمٌ عَلىَ الذَّاتِ الواَجِبِ الوُجوُدِ المُسْتَحِقُّ بِجَامِيْعِ المَحَامِدِ
Nama Allah adalah sebuah nama pada Dzat yang wajib wujudnya, Dzat yang paling berhak mendapat segala pujian.
وَالرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ صِفَتاَنِ مَأْخوُذَتاَنِ مِنَ الرَّحْمَةِ بِمَعْنىَ الأِحْسَانِ لاَبِمَعْناَهَا الأَصْلِىِّ الَّذِىْ هُوَ رِقَّةٌ فىِ القَلْبِ تَقْتَضِىْ التَّفَضُّلَ وَالأِحْسَانَ ِلأِسْتِحَالَةِ ذَلِِكَ فىِ حَقِّهِ تَعَالىَ
Kalimat “Arrohman Arrohiim” adalah dua buah sifat Allah yang di ambil dari kata “Arrohmah” artinya pemberi kebaikan, kedua kalimat tersebut tidak di artikan dengan makna “Arrohmah” yang sesungguhnya yaitu kasih sayang dari dalam hati yang menimbulkan memberi penghormatan dan kebaikan pada yang di sayanginya, karena kasih sayang timbul dari lubuk hati mustahil bagi Allah Swt, Allah tidak memiliki hati.
III. MUQODDIMAH ILMU FIQIH
Ketika akan mempelajari Ilmu Fiqih, maka saya katakan :
حَدُّهُ عِلْمٌ بِاَحْكَامٍ الشَّرْعِيَّةِ العَمَلِيَّةِ المُكْتَسِبَةِ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ
1. Batasan ( definisi ) ;
Batasan Ilmu Fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum agama dala suatu amal perbuatan, dan hukum tersebut berdasarkan dari dalil-dalil yang rinci.
وَمَوْضُوعُهُ أَفْعَالُ المُكلَّفِيْنَ
2. Penempatan ( ruang lingkup ) ;
Ruang lingkup Ilmu Fiqih adalah pada perbuatan-perbuatan orang mukallaf, yaitu orang yang telah balig dan berakal.
وَثَمْرَتُهُ إِمْتِثَالُ أَوَامِرِاللهِ تَعَالىَ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ
3. Buah ( hasilnya ) ;
Yang di hasilkan dari Ilmu Fiqih adalah dapat mengetahui cara memenuhi perintah Allah serta menjauhi larangan Nya.
وَفَضْلُهُ فَوْقَانُهُ عَلَى سَائِرِالعُلُوْمِ , لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فىِ الدِّيْنِ
4. Keutamaan ( kelebihannya ) ;
Keutamaan Ilmu Fiqih adalah lebih utama diantara ilmu-Ilmu lainnya, karena Sabda Nabi Saw ; “Barang siapa Allah menghendaki baik kepadanya maka Allah memberi karunia kepadanya dapat memahami agama Islam”.
وَنِسْبَتُهُ اَلمُغَايِرَةُ لِلْعُلُوْمِ
5. Perbandingan Ilmu Fiqih dengan Ilmu lainnya ;
Perbandingan Ilmu fiqih terhadap ilmu-ilmu lainnya adalah Ilmu Fiqih mempengaruhi ilmu lainnya.
وَوَاضِعُهُ اَلأَئِمَّةُ المجُتْهَِدُوْنَ كَالاِمَامِ الشَّافِعِى وَماَلِكِ
6. Pencipta ( penyusun ) ;
Penyusun Ilmu fiqih adalah para Imam Mujtahid mutlak sebagai pemimpin madhab seperti Imam Syefei Muhammad bin Idris, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal.
وَاسْمُهُ عِلْمُ الفِقْهِ
7. Nama ;
Nama Ilmu ini adalah Ilmu Fiqih.
وَاسْتِمْدَادُهُ مِنَ الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالإِجْمَاعِ وَالقِيَاسِ
8. Nara Sumber ;
Sumber Ilmu fiqih adalah dari Al-Qur’an, Hadits, Ijma’Ulama dan dari Qiyas usul fiqih.
وَحُكْمُهُ شَرْعًا وُجُوْبُ العَيْنِى أَوْالكَفَائِى
9. Hukum ;
Hukum mempelajari Ilmu fiqih menurut hukum agama adalah ada yang wajib aeni ada juga yang fardu kifayah.
وَمَسَائِلُهُ اَلقَضَايَا كَالنِّيَّةِ وَاجِبَةٌ وَنَحْوِهِ
10. Masalah-masalah ( perihal ) ;
Masalah-masalah yang terdapat pada Ilmu fiqih adalah pernyataan-pernyataan hukum, seperti niat dalam ibadah itu wajib, dan lain sebagainya.
IV. URAIAN BISMILLAH VERSI ILMU FIQIH
وَالآنَ أَيْضاً نُشَرِعُ فىِ فَنِّ الفِقْهِ فَيُقَالُ البَسْمَلَةُ مَطْلُوبَةٌ فىِ كُلِّ أَمْرٍ ذِى بَالٍ أَى حَالٍ يُهْتَمُّ بِهِ شَرْعًا بِحَيْثُ لاَيَكُونُ مُحَرَّمًا ِلذاتِهِ وَلاَ مُكَرَّهًا كَذَلِكَ وَلاَ سَفَاسِفَ الأُمُوْرِ أَىْ مُحَقَّرَتِهاَ
Ketika akan mempelajari ilmu fiqih, maka dikatakan ;
Membaca Bismillah diperintahkan di setiap kali mengawali perbuatan baik, artinya di segala perkara yang di anggap penting menurut agama. Penting di sini (dalam Ilmu fiqih) adalah bukan haram dzatiy (inti), bukan makruh dzatiy dan juga bukan dari perkara yang hina.
وَالحَاصِلُ أَنَّهَا تَعْتَرِيْهَا الأَحْكَامُ الخَمْسَةُ :
Kesimpulannya bahwa hukum membaca Bismillah terbagi lima bagian, yaitu ;
الوُجُوبُ , كَمَافِى الصَّلاَةِ عِنْدَناَ مَعَاشِرَ الشَّافِعِيَّةِ
a. Wajib ;
Sebagaimana hukum membaca Bismillah ketika mendirikan shalat, menurut madhab kita Imam Syafei.
الاِسْتِحْباَبُ , عَيْناً كَماَ فِى الوُضُوءِ وَالغُسْلِ , وَكِفَايَةً كَمَا فِى أَكْلِ الجَمَاعَةِ وَكَمَافِى جِمَاعِ الزَّوْجَيْنِ فَتَكْفِى تَسْمِيَةُ أَحَدِهِمَا
b. Sunnah ;
Hukum membaca Bismillah terbagi dua bagian, pertama sunnah aen, yaitu sebagaimana saat mau malaksanakan wudlu atau mandi besar. Kedua sunnah kifayah, yaitu sebagaimana saat makan berjama’ah, saat bersenggama pasangan suami istri, dalam membacda Bismillah cukup salah seorang dari mereka.
اَلحَرَمُ ذَاتِى كَالزِّناَ لاَِلعَارِضٍ كَالوُضُوءِ بِماَءٍ مَغْصُوْبٍ
c. Haram ;
Hukum membaca Bismillah haram adalah pada perbuatan yang hakikatnya memang haram, seperti zina. Akan tetapi apa bila pada perbuatan yang haram ‘Aridli (hal baharu) maka membaca Bismillah tidak haram, seperti saat mau berwudlu dengan air yang di dapat dari mencuri.
اَلمَكْرُوْهُ ذَاتِى كَالنَّظْرِ الفَرْجِ زَوْجَتِهِ لاَِلعَارِضٍ كَأَكْلِ البَصَلِ
d. Makruh ;
Hukum membaca Bismillah makruh adalah pada perbuatan yang hakikatnya memang makruh, seperti melihat pada kelamin antara suami dan istri. Akan tetapi apa bila pada perbuatan yang makruh ‘Aridli maka membaca Bismillah tidak makruh, seperti saat mau memakan bawang putih. Karena dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.
اَلمُبَاحُ الَّتِى لاَشَرَفَ فِيْهَا كَنَقْلِ مَتَاعٍ مِنْ مَكَانٍ اِلىَ آخَرَ
e. Mubah atau boleh ;
Hukum membaca Bismillah boleh adalah pada perbuatan yang tidak memiliki nilai terhormat, seperti memindahkan benda dari suatu tempat ke tempat lain.
لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ أَمْرٍ ذِى بَالٍ لاَيُبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَرُ أَوْأَقْطَعٌ أَوْأَجْذَمُ وَالمَعْنَى عَلَى كُلٍّ أَنَّهُ نَاقِصٌ وَقَلِيْلُ البَرَكَةِ
Karena sabda Nabi Saw yaitu ;
“Setiap perkara yang memiliki nilai baik ketika tidak di awali dengan Bismillah maka perkara itu laksana hewan terputus ekornya, atau berpenyakit kudis, artinya kurang baik dan sedikit keberkahannya”. (HR. Bukhori Muslim)
V. MUQODDIMAH ILMU TASAWUF
Ketika akan mempelajari ilmu Tasawuf, maka saya katakan ;
حَدُّهُ عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ أَحْواَلُ النَّفْسِ وَصِفاَتِهاَ الذَّمِيْمَةِ وَالحَمِيْدَةِ
1. Batasan ( definisi ) ;
Batasan ilmu Tasawuf adalah suatu ilmu yang menjadi pedoman untuk mengetahui keadaan hawa nafsu setiap orang dan sifat-sifatnya, baik sifat-sifat yang tercela ataupun sifat-sifat yang terpuji.
وَمَوْضُوعُهُ النَّفْسُ مِنْ حَيْثُ ماَيُعْرَضُ لَهاَ مِنَ الأَحْواَلِ وَالصِّفاَتِ
2. Penempatan ( ruang lingkup ) ;
Penempatan atau letak ilmu Tasawuf adalah menerangkan hawa nafsu sekiranya dari membicarakan yang terjadi padanya baik dari sisi keadaan ataupun dari sisi sifat-sifatnya.
وَثَمْرَتُهُ التَّوَصُلُ بِهِ إِلىَ تَخْلِيَّةِ القَلْبِ عَنِ الأَغْياَرِ وَتَحْلِيَّتِهِ بِمُشاَهَداَتِ المُلُكِ الغَفَّارِ
3. Buah ( hasilnya ) ;
Hasil mempelajari ilmu Tasawuf adalah sebagai penghubung untuk dapat mengosongkan hati dari setiap selain Allah Swt dan menghiasi hati dengan menyaksikan Allah Yang Maha Raja nan Maha pengampun.
وَفَضْلُهُ فَوْقاَنُهُ عَلَى ساَئِرِ العُلُوْمِ مِنْ جِهَةِ أَنَّهُ يُوْصِلُ إِلىَ تَخْلِيَّةِ القَلْبِ عَنِ الأَغْياَرِ وَتَحْلِيَّتِهِ بِمُشاَهَداَتِ المُلُكِ الغَفَّارِ
4. Keutamaan ( kelebihannya ) ;
Keutamaan ilmu Tasawuf adalah melebihi keutamaan ilmu yang lain di lihat dari sisi bah ilmu Tasawuf akan menghubungkan untuk dapat mengosong-kan hati dari setiap selain Allah Swt dan menghiasi hati dengan menyaksikan Allah Yang Maha Raja nan Maha pengampun.
وَنِسْبَتهُ لِلْعُلُوْمِ فَهِىَ أَنَّهُ أَصْلُ كُلِّ عِلْمٍ وَماَسِواَهُ فَرْعٌ وَنِسْبَتُهُ لِلْباَطِنِ كَنِسْبَةِ الفِقْهِ إِلىَ الظَّاهِرِ
5. Perbandingan ilmu Tasawuf dengan Ilmu lainnya ;
Perbandingan ilmu Tasawuf dengan ilmu-ilmu lainnya adalah bahwa ilmu Tasawuf adalah dasar bagi setiap ilmu dan selain ilmu Tasawuf adalah cabang-cabangnya. Dan perbandingan ilmu Tasawuf dengan batin adalah seperti ilmu Fiqih pada ilmu dohir.
وَوَاضِعُوْهُ فَهُمْ الأَئِمَّةُ الأَعْياَنِ العاَرِفُوْنَ بِرَبِّهِمْ المَناَنِ كاَلشَّيْخِ ابْنِ عَطاَءِ اللهِ وَالإِماَمِ الغاَزَلىِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
6. Pencipta ( penyusun ) ;
Pencipta ilmu Tasawuf adalah para Imam hakikat yaitumereka yang makrifat kepada Tuhannya Yang Maha memberi, seperti Syekh Ibnu ‘Athoillah,Al-Imam Al-Gozaliy dan lain sebagainya.
Pencipta di sini artinya adalah mereka yang menulis serta menyusun buku-buku Tasawuf dan menyangkal faham-faham sesat yang di kemukakan kaum Mu’tazilah atau kaum-kaum sesat lainnya, pencipta disini diartikan menulis kitab-kitab tentang pelajaran Tasawuf karena tidaklah betul ilmu Tasawuf diciptakan oleh mereka secara sesunguhnya, karena ilmu tasawuf telah ada di bawa oleh setiap nabi-nabi dari semenjak Nabi Adam as. Hingga zaman baginda Nabi Muhammad di hari Qiyamah.
وَاسْمُهُ عِلْمُ التَّصَوُفِ أَوْ عِلْمُ الأَخْلاَقِ
7. Nama ;
Ilmu ini di namakan dengan ilmu “Tasawuf” artinya ilmu sufistik, atau di sebut juga dengan ilmu akhlaq, dalam melatih serta mengendalikan hawa nafsu.
وَاسْتِمْدَادُهُ مِنَ كَلاَمِ اللهِ وَكَلاَمِ رَسُوْلِهِ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْناَنٍ وَذَوِى اليَقِيْنِ وَالعِرْفاَنِ
8. Nara Sumber ;
Sumber ilmu Tasawuf adalah dari firman-firman Allah Swt, sabda-sabda Nabi rasulullah Saw yaitu penghulu dari keturunan Adnan, dan juga dari para Ulama yang memiliki keyakinan yang sungguh dan para ahli makrifat.
وَحُكْمُهُ الوُجُوْبُ العَيْنِى عَلَى كُلِّ مُكَلِّفٍ , وَذَلِكَ ِلأَنَّهُ كَماَيَجِبُ تَعَلُّمُ ماَيُصْلِحُ الظَّاهِرَ كَذَلِكَ يَجِبُ تَعَلُّمُ ماَيُصْلِحُ الباَطِنَ
9. Hukum ;
Hukum mempelajari ilmu Tasawuf adalah wajib ‘Aeni atas setiap mukallaf hukum demikan dikarenakan bahwa sesungguhnya sebagaimana diwajibkan mempelajari ilmu yang memperbaiki dohir (ilmu Fiqih) demikian juga diwajibkan untuk mempelajari ilmu yang memperbaiki batin (ilmu Tasawuf).
وَمَسَائِلُهُ اَلقَضاَياَ الَّتِى يُبْحِثُ فِيْهاَ عَنْ عَواَرِضِهِ الذَّاتِيَّةِ كاَلفَناَءِ وَالبَقاَءِ وَالمُراَقَبَةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
10. Masalah-masalah ( perihal ) ;
Masalah-masalah ilmu Tasawuf adalah kaidah-kaidah yang membahas sifat-sifat hawa nafsu yang berjenis Dzat, seperti kebinasaan, kekekalan, pendekatan diri kepada Allah Swt dan lain sebagainya.
VI. URAIAN BISMILLAH VERSI ILMU TASAWUF
وَالآنَ نُشَرِعُ فىِ فَنِّ التَّصَوُفِ فَيَنْبَغِى عَلَيْنَا أَنْ نَتَكلَّمَ ِبِطَرْفِ البَسْمَلَةِ مِمَّايُنَسِبُ الفَنَّ التَّصَوُفِ
Ketika saat ini kita hendak mempelajari ilmu Tasawuf maka selayaknya kita terlebih dulu membicarakan sepucuk uraian bahasan Bismillah sesuai dengan ilmu Tasawuf.
فَنَقُولُ أَنَّ مِمَّايَتَعَلَقُ بِالبَسْمَلَةِ مِنَ المَعاَنىِ الدَّقِيْقَةِ ماَقِيْلَ ؛ إِنَّ الباَءَ بَهاَءُ اللهِ وَالسِّيْنُ سَناَءُ اللهِ وَالمِيْمُ مَجْدُ اللهِ
Maka kami katakan bahwa diantara makna-makna halus yang berkaitan dengan Bismillah adalah seperti dikatakan ; bahwa huruf Ba artinya keagungan Allah, huruf Sin artinya keluhuran derajat Allah dan huruf Mim artinya kemuliaan Allah.
وَقِيْلَ الباَءُ بُكاَءُ التَّائِبِيْنَ وَالسِّيْنُ سَهْوُ الغاَفِلِيْنَ وَالمِيْمُ مَغْفِرَتُهُ لِلْمُذْنِبِيْنَ
Dan disebutkan ; huruf Ba artinya tangisan orang-orang yang bertaubat, huruf Sin artinya lalainya orang-orang lupa dan huruf Mim artinya ampunan Allah Swt kepada orang-orang yang berdosa.
وَقاَلَ بَعْضُ الصُّوْفِيَّةِ ؛ أَللهُ ِلأَهْلِ الصَّفاَ الرَّحْمَنُ ِلأَهْلِ الوَفاَ الرَّحِيْمُ ِلأَهْلِ الجَفاَ
Sebagian Ulama ahli Tasawuf berkata ; dalam kalimat Bismillah Allah adalah bagi ahli shofa (yang suci hatinya), Ar-Rohmaan adalah bagi ahli Wafa (yang dikabulkan permohonannya) dan Ar-Rohiim adalah bagi ahli Jafa (jahat dan durhaka kepada Allah Swt).
وَقاَلُوْا أَوْدَعَ اللهُ جَمِيْعَ العُلُوْمِ فىِ الباَءِ أَىْ بىِ كاَنَ وَبىِ يَكُوْنُ ماَ يَكُوْنُ , فَوُجُوْدُ العَواَلِمِ بىِ وَلَيْسَ لِغَيْرِى وُجُوْدٌ حَقِيْقِىٌ إِلاَّ بِالإِسْمِ وَهُوَ مَعْنَى قَوْلِهِمْ ؛ ماَنَظَرْتُ فىِ شَيْءٍ إِلاَّ وَرَأَيْتُ اللهَ فِيْهِ أَوْ قَبْلَهُ
Para Ulama ahli Tasawuf atau ahli makrifat berkata ; Allah menyimpan semua ilmu pada huruf Ba, artinya “OlehKU telah terjadi sesuatu telah terjadi, olehKU pula akan terjadi sesuatu akan terjadi”. Oleh karenanya wujud semua alam adalah sebab Aku, dan selain Aku tidak ada wujud yang hakiki kecuali dengan nama-Ku, hal ini adalah makna pendapat para Ulama ahli makrifat, yaitu “Tidak semata-mata aku melihat sesuatu perkara melainkan aku melihat Allah Swt akan ada-nya perkara itu atau sebelum adanya perkara itu”
وَالرَّحْمَنُ أَيْضاً ؛ كَثِيْرُ الرَّحْمَةِ وَرَحْمَتُهُ عاَمَّةٌ عَلَى جَمِيْعِ مَخْلُوْقاَتِهِ فَيَنْبَغِى لِكُلِّ شَخْصٍ أَنْ يَرْحَمَ أَخاَهُ لِلْمُواَفَقَةِ لَهُ عَزَّ وَجَلَّ
Lafadz Ar-Rohmaan juga mengandung makna ; banyak kasih sayang, dan rahmat Allah adalah menyeluruh kepada semua makhluk-Nya, oleh karena itu setiap orang selayaknya dapat mengasihi sesama saudaranya, menyamai dengan kasih sayang yang terkandung dalam lafadz Ar-Rohmaan, yaitu sifat Allah Yang Maha luhur nan Maha Mulia.

KHUTBAH JUMAT

لحمد لله ربِّ العالمين والْعاقِبَةُ لِلْمُتَّقين ولا عُدْوانَ إلَّا عَلى الظَّالمِين وأشهد أنْ لا إله إلاالله وحده لا شريك له ربَّ الْعالمين وإلَهَ المُرْسلين وقَيُّوْمَ السَّمواتِ والأَرَضِين وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوثُ بالكتابِ المُبين الفارِقِ بَيْنَ الهُدى والضَّلالِ والْغَيِّ والرَّشادِ والشَّكِّ وَالْيَقِين والصَّلاةُ والسَّلامُ عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين
فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ،
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

 

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Kini kita tengah berada di Jum’at kedua bulan Syawal 1431 H. Delapan hari sudah Ramadhan meninggalkan kita. Tanpa adanya kepastian apakah di tahun mendatang kita masih bisa berjumpa dengannya, menggapai keutamaan-keutamaannya, memenuhi nuansa ibadah yang dibawanya, ataukah justru Allah telah memanggil kita. Kita juga tidak pernah tahu dan tidak pernah mendapat kepastian apakah ibadah-ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT atau tidak. Dua ketidakpastian inilah yang membuat sebagian salafus shalih berdoa selama enam bulan sejak Syawal hingga Rabiul Awal agar ibadahnya selama bulan Ramadhan diterima, lalu dari Rabiul Awal hingga sya’ban berdoa agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan berikutnya.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Arti syawal adalah peningkatan. Demikianlah seharusnya. Paska Ramadhan, diharapkan orang-orang yang beriman meraih derajat taqwa, menjadi muttaqin. Hingga mulai bulan Syawal kualitasnya meningkat. Kualitas ibadah, juga kualitas diri seseorang. Bukankah orang kemuliaan seseorang tergantung pada ketaqwaannya?


إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ


…Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu ialah orang yang paling bertaqwa… (QS. Al-Hujurat : 13)

Akan tetapi, yang kita lihat di masyarakat justru sebaliknya. Syawal menjadi bulan penurunan. Penurunan ibadah, juga penurunan kualitas diri. Diantara indikatornya yang sangat jelas adalah perayaan idul Fitri dengan musik dan tarian, dibukanya tempat-tempat hiburan yang sebulan sebelumnya ditutup. Kemaksiatan seperti itu justru langsung ramai sejak hari pertama bulan Syawal. Na’udzubillah! Lalu setelah itu, masjid-masjid akan kembali sepi dari jamaah shalat lima waktu. Umpatan, luapan emosional, dan kemarahan kembali “membudaya”. Bukankah ini semua bertolak belakang dengan arti Syawal? Bukankah ini seperti mengotori kain putih yang tadinya telah dicuci dengan sebaik-baiknya? Jadilah ia kembali penuh noda. Jadilah ia kembali menghitam dan semakin memburam.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Fenomena itu sesungguhnya juga menunjukkan kepada kita, bahwa puasa orang yang demikian tidak berhasil. Tidak mampu mengantarkan seseorang meraih derajat taqwa, atau mendekatinya. Fenomena itu menjadi indikator yang mudah diketahui oleh siapa saja yang mau memperhatikan dengan seksama. Kita juga bisa menggunakan hadits Nabi sebagai kaidah yang seharusnya kita perhatikan sebaik-baiknya: “Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka celakalah ia.”
Lalu bagaimana amal seorang muslim di bulan Syawal? Berangkat dari kaidah umum dari hadits Nabi tersebut, dan sekaligus sejalan dengan makna syawal, maka harus ada peningkatan di bulan ini. Dan peningkatan itu tidak lain adalah berangkat dari sikap istiqamah. Menetapi agama Allah, berjalan lurus di atas ajarannya.

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ


Maka istiqamahlah kamu, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Huud : 112)

Bentuk sikap istiqamah ini dalam amal adalah dengan mengerjakannya secara kontinyu, terus-menerus.

إِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ


Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus (kontinyu) meskipun sedikit (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka amal-amal yang telah kita biasakan di bulan Ramadhan, hendaknya tetap dipertahankan selama bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya. Tilawah kita yang setiap hari. Shalat malam yang sebelumnya kita selalu melaksanakan tarawih, di bulan Syawal ini hendaknya kita tidak meninggalkan shalat tahajud dan witirnya. Infaq dan shadaqah yang telah kita lakukan juga kita pertahankan. Demikian pula nilai-nilai keimanan yang tumbuh kuat di bulan Ramadhan. kita tak takut lapar dan sakit karena kita bergantung pada Allah selama puasa Ramadhan. Kita tidak memerlukan pengawasan siapapun untuk memastikan puasa kita berlangsung tanpa adanya hal yang membatalkan sebab kita yakin akan pengawasan Allah (ma’iyatullah). Kita juga dibiasakan berlaku ikhlas dalam puasa tanpa perlu mengumumkan puasa kita pada siapapun. Nilai keimanan yang meliputi keyakinan, maiyatullah, keikhlasan, dan lainnya ini hendaknya tetap ada dalam bulan Syawal dan semakin meningkat. Bukan menipis tiba-tiba lalu hilang seketika!
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Memang tidak banyak amal khusus di bulan Syawal dibandingkan bulan-bulan lainnya. Akan tetapi, Allah telah memberikan kesempatan berupa satu amal khusus di bulan ini berupa puasa Syawal. Ini juga bisa dimaknai sebagai tool dalam rangka meningkatkan ibadah dan kualitas diri kita di bulan Syawal ini. Dan keistimewaan puasa sunnah ini adalah, kita akan diganjar dengan pahala satu tahun jika kita mengerjakan puasa enam hari di bulan ini setelah sebulan penuh kita berpuasa Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ


Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun. (HR. Muslim)


مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصَوْمِ الدَّهْرِ


Barangsiapa berpuasa Ramadhan, lalu mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, ia seperti puasa setahun. (HR. Ibnu Majah, shahih)

Bagaimana pelaksanaannya? Apakah puasa Syawal harus dilakukan secara berurutan atau boleh tidak? Sayyid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa menurut pendapat Imam Ahmad, puasa Syawal boleh dilakukan secara berurutan, boleh pula tidak berurutan. Dan tidak ada keutamaan cara pertama atas cara kedua. Sedangkan menurut madzhab Syafi’i dan Hanafi, puasa Syawal lebih utama dilaksanakan secara berurutan sejak tanggal 2 Syawal hingga 7 Syawal. Lebih utama. Jadi, tidak ada madzhab yang tidak membolehkan puasa Syawal di hari selain tanggal 2 sampai 7, selama masih di bulan Syawal. Ini artinya, bagi kita yang belum melaksanakan puasa Syawal, masih ada kesempatan mengerjakannya. Akan tetapi, hendaknya kita tidak berpuasa khusus di hari Jum’at tanpa mengiringinya di hari Kamis atau Sabtu karena adanya larangan Rasulullah yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Penurunan amal di bulan Syawal sekali lagi adalah hal yang seharusnya kita hindarkan. Bulan Syawal justru pernah menjadi bulan perjuangan yang amat menentukan bagi kaum muslimin. Itu terjadi pada tahun 5 H. Bulan Syawal kali itu merupakan bulan yang mendebarkan. Kaum muslimin dikeroyok oleh pasukan multi nasional yang merupakan gabungan dari Quraisy, Ghatafan, dan lain-lain. Karena itulah perang ini dikenal sebagai perang ahzab (gabungan/sekutu), disamping juga terkenal dengan sebutan perang khandaq yang berarti parit, karena kaum muslimin menggunakan strategi membuat parit di sekeliling Madinah untuk bertahan dan terbukti efektif, hingga pasukan ahzab tidak bisa menyerang masuk Madinah.
Penggalian parit atau khandaq ini adalah kerja keras yang luar biasa. Persatuan kaum muslimin benar-benar terasa di sana. Begitupun keimanan mereka dan doa-doa yang khusyu’ semakin mendekatkan mereka kepada Allah. Ditambah dengan catatan-catatan kepahlawanan mulai dari Nu’aim yang memecah belah pasukan Ahzab dan bani Quraidzah yang berkhianat di belakang kaum muslimin, sampai keberanian dan kecerdasan Hudzaifah Ibnul Yaman yang menerobos perkemahan pasukan Quraisy untuk mencari informasi. Benar-benar peningkatan yang luar biasa paska Ramadhan. Lalu Allah menolong kaum muslimin dengan menurunkan angin topas yang memporakporandakan perkemahan pasukan Qurasiy.
Itulah contoh betapa bulan Syawal tidak sepantasnya membuat ibadah dan kualitas diri kita turun. Justru seharusnya, sesuai dengan makna syawal, maka kita harus mengalami peningkatan dengan berupaya istiqamah serta meningkatkan kualitas ibadah dan diri, diantaranya dengan puasa Syawal.


وقل رب اغفر وارحم و انت خير الراحمين


اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاًَ طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا احْفَظْ أَوْطَانَنَا وَأَعِزَّ سُلْطَانَنَا وَأَيِّدْهُ بِالْحَقِّ وَأَيِّدْ بِهِ الْحَقَّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ.
اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ


 

Tiga Jenis Ibadah Utama di Bulan Ramadhan


إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ.
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدًى
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا 

 
Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa memberikan banyak kenikmatan sehingga tidak terhitung nilai dan jumlahnya. Nikmat tersebut dicurahkan siang dan malam kepada kita. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang senang bersyukur kepadaNya. Yaitu dengan meningkatkan taqwa dan taqarrub kepadaNya. 
Sidang shalat Jum’at rahimakumullah,
Pada kesempatan ini, kami ingin mengingatkan diri kami sendiri, dan juga kepada kaum muslimin, bahwa pada bulan yang penuh barakah ini mengandung tiga jenis ibadah yang agung, yaitu zakat, puasa dan tarawih.
Tentang zakat, alhamdulillah banyak kaum Muslimin yang melaksanakannya pada bulan ini. Syari’at zakat merupakan bagian dari ibadah. Juga merupakan salah satu kewajiban dalam Islam. Dengan menunaikan zakat, berarti kita telah bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah, dan telah melaksanakan salah satu rukun Islam. Zakat yang dikeluarkan itu, bukanlah beban yang akan menyebabkan kita miskin, sebagaimana kekhawatiran yang dibisikkan setan kepada orang yang lemah imannya. Tetapi, justru membayar zakat akan menambah harta seseorang, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَآءِ وَاللهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلاً وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمُ {268}
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui. (QS al Baqarah/2 : 268). 

 
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّاْئَةُ حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَآءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ {261}
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah/2 : 261). 
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلُُ فَئَاتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلُُ فَطَلُُّ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {265}
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (QS al-Baqarah/2 : 265). 
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.

Dalam membayarkan zakat, hendaklah kita tunaikan dengan penuh amanah. Kita keluarkan zakat dari benda-benda yang wajib dizakati, sedikit atau banyak. Kita hitung dengan teliti. Sehingga barang yang sudah wajib dizakati, sedikitpun tidak terabaikan. Karena tujuan menunaikan zakat adalah untuk membebaskan diri dari tanggungan kewajiban, dan menyelamatkan diri dari ancaman yang amat dahsyat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : 

وَلاَيَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآءَاتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرُُّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَابَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَللهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ {180}
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kemu kerjakan. (QS. Ali Imran/3 : 180). 


وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَيُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ {34} يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَاكَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَاكُنتُمْ تَكْنِزُونَ {35}
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukan kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarnya dari mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan”. (QS. At Taubah/9 : 34-35).

Tentang ayat yang pertama, Rasulullah bersabda :
 
مَنْ آتَاهُ الله مَالاً فَلَمْ يُوَدّ زَكَاتَهُ مُثِلّ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيْبَتَانِ ثُمّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ ثُمّ يَقُوْلُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ
Orang yang dianugerahi harta oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian dia tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari Kiamat harta itu dijelmakan ke wujud seekor ular yang sangat berbisa, memiliki dua taring lalu dia menerkam dengan dua rahangnya seraya berkata : “Aku adalah hartamu, aku adalah simpananmu”. 
Sedangkan tentang ayat kedua, telah dijelaskan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam :

 
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
Tidak ada seorangpun pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali nanti pada hari Kiamat dia akan dibuatkan lempengan-lempengan dari api, kemudian dipanaskan di atas api. Lempengan itu digunakan untuk menyetrika bagian samping tubuh, kening dan punggungnya. Tatkala lempengan itu mulai mendingin, akan dikembalikan (untuk dipanaskan lagi). (Kejadian ini) berlangsung selama lima puluh ribu tahun, sampai semua hamba selesai diadili. Lalu dia akan melihat jalan, mungkin ke surga atau mungkin ke neraka.

Kaum muslimin rahimakumullah

Setelah menyimak nash-nash di atas, semestinya kita takut dengan ancaman-ancaman tersebut. Tunaikanlah zakat dengan penuh amanah, dan berikanlah kepada yang berhak menerimanya, tidak asal mengerjakan. Harta zakat jangan digunakan untuk kepentingan yang lain. Kita berharap, semoga zakat yang kita bayarkan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala.
 
Kaum muslimin, jama’ah shalat jum’at rahimakumullah,
Adapun jenis ibadah kedua yang ada pada bulan ini, yaitu Puasa Ramadhan. Ibadah ini, juga merupakan salah satu rukun Islam. Manfaat puasa telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al Qur’an surat al Baqarah/2 ayat 183, yaitu agar kita menjadi orang yang bertaqwa. 
Itulah hakikat tujuan puasa, yaitu agar kita menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakni dengan menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi laranganNya. Maka seorang muslim semestinya melaksanakan yang telah menjadi kewajibannya. Dalam menjalankan puasa, seorang muslim juga dituntut untuk menjauhi hal-hal yang diharamkan, seperti berkata dusta, ghibah (menggunjing) dan lainnya. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh pada puasanya. (HR Bukhari-Muslim). 
Hadits ini menunjukkan, orang yang berpuasa, sangat ditekankan untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan ini. Mengapa? Karena sangat berpengaruh terhadap puasa yang sedang dijalankan.


Namun amat disesalkan, banyak kaum Muslimin, ketika menjalankan ibadah puasa pada bulan ini, keadaannya tidak berbeda antara saat berpuasa dan tidak puasa. Ada di antaranya yang tetap saja menganggap remeh kewajiban-kewajiban, atau tetap saja melakukan perbuatan-perbuatan diharamkan. Sungguh sangat disesalkan. Seorang mu’min yang berakal, ia tidak akan menjadikan hari-hari puasanya sama dengan hari-hari yang lain. Pada saat berpuasa, ia akan lebih bertaqwa kepada Allah, dan lebih bersemangat menjalankan perintah.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang menjalankan ibadah puasa dengan benar, dan semoga puasa yang kita lakukan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala.
 
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ



إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ


Menyambut Datangnya Bulan Suci Ramadhan


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
 
Marilah kita bersama-sama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dengan melakukan segala perintahNya dan meninggalkan segaka laranganNya agar kita mencapai kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat.
Ketahuilah bahwa kita kini berada di akhir bulan Sya’ban. Dengan berakhirnya bulan Sya’ban ini kita akan bertemu dengan satu bulan yang dinanti-nantikan oleh umat Islam seluruh dunia yaitu bulan Ramadhan yang penuh berkah. Kita akan menyambut kedatangan bulan mulia tersebut dengan gembira karena didalamnya terdapat kelebihan dan keutamaan yang tidak ada pada bulan-bulan yang lain. Apakah kita sudah melakukan persiapan-persiapan dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan dan bagaimanakan persiapan kita untuk menyambut bulan mulia tersebut? Kita bersyukur kepada Allah s.w.t. karena dengan nikmat kesehatan, kesejahteraan, ketenteraman, keamanan dan dipanjangkannya usia kita, maka kita masih bisa berjumpa lagi dengan Ramadhan kali ini dan dapat melaksanakan ibadah puasa yang menjadi salah satu kewajiban kita. Allah berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِڪُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ (١٨٣
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (183)
Dalam kesempatan ini kita mengajak umat Islam agar bersiap-siap dan penuh tekat untuk menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya. Marilah kita menghayati kembali tata cara Rasulullah s.a.w. dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan yang mulia agar Ramadhan kali ini dapat memberikan bekas yang positif dan kesan yang mendalam terhadap keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah s.w.t.
Di antara tatacara menyambut bulan Ramadhan yang dilakukan Rasulullah s.a.w. adalah sbb:
1.    Rasulullah s.a.w. membanyak puasa di bulan Sya’ban;
2. Rasulullah s.a.w. mengadakan ceramah-ceramah agama kepada para sahabatnya di akhir bulan Sya’ban dengan menghadirkan tema-tema terkait keutamaan dan kelebihan bulan Ramadhan seperti sabda baginda Rasulullah s.a.w. dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a.

“قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ الله عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ فِيْهِ يُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتَغُلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ، فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ, مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ “.
 
Sesungguhnya telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, yaitu bulan yang diberkati, Allah mewajibkan kepada kalian puasa di dalamnya, di dalamnya terbuka pintu-pintu sorga dan tertutup pintu-pintu neraka Jahim dan di dalamnya dibelenggu para setan, di dalamnya terdapat malam yang lebih utama dari seribu bukan. Barangsiapa yang tidak diberikan kepadanya kebaikan selama bulan tersebut berarti telah tidak diberikan kepadanya segala bentuk kebaikan”
3.    Memberikan ucapan selamat atas kedatangan bulan Ramadhan yang diberkati. Ketika bulan Ramadhan datang, Rasulullah s.a.w. mengucapkan selamat kepada para sahabat dengan ungkapan:

“أَتَاكُمْ رَمَضَانُ سَيِّدُ الشُّهُوْرِ فَمَرْحَبًا بِهِ وَأَهْلاً، جَاءَ شَهْرُ الصِّيَامِ  بِالْبَرَكَاتِ فَأَكْرِمْ بِهِ مِنْ زَائِرِ هُوَاتٍ.” (حديث رواية الطبراني)

“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, pemimpin segala bulan, maka selamat datang kepadanya. Telah datang bulan puasa dengan membawa beragam keberkahan, maka alangkah mulianya tamu yang datang itu”
 
Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
 
Sebagaimana kita ketahui, ibadah puasa merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim dengan penuh tanggung jawab. Ibadah yang hanya sebulan dalam setahun ini sering dijadikan tolak ukur dan ujian bagi keimanan dan ketaqwaan hamba kepada Tuhannya. Maka kita dapati berbagai perasaan yang beragam di kalangan umat Islam dalam menyambut bulan puasa ini. Ada yang begitu gembira meluap-luap dan penuh semangat, tetapi juga ada pula yang sebaliknya merasa resah dan kuatir serta ada pula yang berperasaan biasa-biasa saja cuek dan tidak peduli.
Selayaknya kita menyambut bulan ini dengan perasaan yang wajar namun logis, agar kita masuk dalam golongan orang-orang yang diberi kekuatan dan kesabaran dalam menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Perasaan tersebut harus direalisasikan dalam bentuk mempersiapkan diri secara fisik, mental dan spiritual.
Persiapan fisik adalah dengan menanamkan paradigma bahwa kesehatan jasmani adalah penting. Maka Islam menuntut umatnya agar menjaga kesehatan supaya senantiasa kuat, bertenaga dan bebas dari penyakit. Upaya menjaga fisik agar sehat dan tidak sakit adalah dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, namun halal dan bersih serta menjauhi makanan yang kurang sehat, kotor apalagi yang diharamkan oleh agama. Allah berfirman:
وَكُلُواْ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَـٰلاً۬ طَيِّبً۬ا‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِىٓ أَنتُم بِهِۦ مُؤۡمِنُونَ (٨٨
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (88)
Persiapan mental artinya mari kita sambut kedatangan bulan Ramadhan dengan penuh rasa syukur kepada Allah dan dengan kegembiraan. Hendaklah kita tanamkan tekad dan niat kita untuk memberbaiki diri, memperbaiki ibadah puasa kita agar lebih baik dari sebelumnya.
Persiapan secara spiritual, adalah membekali diri kita dengan ketentuan, aturan dan hukum-hukum puasa, adab dan etikanya serta amalan-amalan yang biasa dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. selama bulan puasa. Di samping itu, hendaklah kita berusaha membersihkan hati kita dari sifat-sifat tercela seperti sombong, takabbur, dengki, tamak dan sifat-sifat hina lainnya agar ibadah yang kita laksanakan diterima oleh Allah s.w.t.
Akhirnya, marilah kita persiapkan diri kita secara menyeluruh dan sempurna namun semampu kita dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Kita berusaha dan berdoa agar mampu melaksanakan ibadah puasa dengan sempurna. Yang tidak mampu melaksanakan puasa karena udzur dan halangan, marilah kita ciptakan suasana menghidupkan spirit ikut melaksanakan ibadah puasa.
Ada beberapa ajaran Rasulullah s.a.w. yang penting untuk kita teladani dalam menyambut bulan suci Ramadhan, yaitu:
Pertama: kita dituntut untuk mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah s.a.w. dengan memperbanyak amal salih dan meninggalkan maksiat;
Kedua: Kita dituntut untuk mempererat tali silaturrahmi antar kita, baik dengan keluarga, handai taulan, sahabat tetangga kita;
Ketiga: Kita dituntut untuk memperbanyak sedekah dan membantu mereka yang memerlukan bantuan agar mereka juga dapat melaksanakan puasa dan menikmati kegembiraan bersama Ramadhan;
Keempat: Kita dianjurkan untuk meramaikan masjid-masjid dan musholla-muhsolla dengan berbagai ibadah seperti sholat tarawih berjamaan dan membaca al-Quran baik sendiri maupun kolektif.
Kelima: Kita dianjurkan untuk menghidupkan semangat persatuan dan kesatuan antar kita selama bulan Ramadhan. Rasa lapar kita adalah ajakan untuk bersolidaritas dengan sebagian saudara-saudara kita yang setiap saat dilanda kelaparan dan kesusahan hidup.
Semoga kita menjadi sebaik-baik umat selama bulan Ramadhan mendatang.
 
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khotbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}

ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ

Minggu, 17 November 2013

HIDUP DAN PERJUANGAN

Setiap manusia mempunyai keinginan,apalagi dalam mengarungi perjalanan hidup.Hidup yang bahagia dambaan setiap manusia,dan kebahagiaan itu tidak datangdengan sendirinya harus ada upaya dan usaha dalam meraihnya,maka di butuhkanya perjuangan tuk meraihnya.

khutbah jumat


إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Kesalahan dan dosa bagi manusia adalah suatu kelaziman. Tidak ada manusia yang terbebas dari dosa, setebal apa pun tingkat keimanannya, seluas apa pun ilmunya dan sedalam apa pun ketakwaannya kepada Allah, selama dia adalah manusia, dia pasti suatu kali akan melakukan kesalahan dan dosa. Allah memang tidak berkehendak menciptakan manusia dalam keadaan bersih dari kesalahan dan sempurna dari dosa, karena Allah hanya menginginkan kesempurnaan untuk diriNya. Persoalan sebenarnya bukan pada manusia yang berdosa dan bersalah, akan tetapi apa yang dilakukan setelah dosa dan kesalahan tersebut? Fiman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135).
Nabi Adam telah mengukir keteladanannya dalam hal ini, bukan pada pelanggarannya terhadap larangan Allah, akan tetapi pada apa yang dia lakukan setelah dia melakukan pelanggaran tersebut. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Adam bersama istrinya diizinkan oleh Allah tinggal di surga. Allah melarangnya mendekati satu pohon yang ada di sana, tetapi Adam melanggarnya karena bujuk rayu setan, akan tetapi setelah itu Adam menyesali dan menyadari kesalahannya serta memohon ampun kepada Allah. Allah mengampuninya dan Adam pun menjadi lebih mulia dan lebih baik dari sebelumnya. Firman Allah Ta’ala,
ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى
“Kemudian Rabbnya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.” (QS. Thaha: 122).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Di sisi lain, manakala Allah menciptakan Bani Adam dengan kesalahan dan dosanya, Dia pun membuka peluang perbaikan selebar-lebarnya. Dia memanggil dan mengajak hamba-hambaNya agar memanfaatkan peluang tersebut sebaik-baiknya. Dan peluang ini senantiasa terbuka siang-malam sepanjang umur manusia atau umur dunia ini. Peluang tersebut adalah taubat untuk meraih ampunan Allah Ta’ala.

Firman Allah Ta’ala,
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar: 54).
Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِـبَادِيْ، إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْـفِـرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا فَاسْتَغْفِـرُوْنِيْ أَغْـفِـرْ لَكُمْ.
“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan siang-malam dan Aku mengampuni seluruh dosa, oleh karena itu mohonlah ampun kepadaKu, niscaya Aku mengampuni kalian.” (HR. Muslim dari Abu Dzar, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1828).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Jika Allah mengajak kepada ampunan, berjanji memaafkan dan membuka pintunya lebar-lebar, sementara kita manusia selalu berdosa, maka tidak sekedar layak, akan tetapi sangat layak kalau kita mengetuk pintu tersebut dengan harapan Dia berkenan melimpahkan maaf-Nya kepada kita semua, sesungguhnya Dia Maha Pengasih lagi Pemurah.
Sekarang bagaimana caranya agar kita dapat menggapai ampunan tersebut?
Banyak cara dan jalan menggapai ampunan Allah. Lebih dari itu, cara-cara dan jalan-jalan tersebut adalah sangat mudah, tergantung kepada kita sendiri, ingin atau tidak ingin. Di sini khatib memaparkan empat cara yang menurut pandangan khatib merupakan cara yang paling penting dan mendasar.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Cara Pertama: Taubat
Jika Allah menghendaki, tidak ada dosa yang tidak terhapus oleh taubat, seberat dan sebesar apa pun ia, jangankan dosa-dosa kecil, dosa-dosa besar pun akan terhapus oleh taubat bahkan dosa tertinggi dalam Islam, syirik, juga akan terhapus oleh taubat dengan catatan kesyirikan tersebut tidak dibawa mati. Lihatlah kepada sebagian sahabat Nabi yang di masa jahiliyah adalah orang-orang penyembah berhala. Begitu mereka bertaubat darinya, mereka pun menjadi manusia terbaik umat ini. Tengoklah seorang laki-laki dari umat terdahulu -seperti yang dikisahkan oleh Rasulullah- pembunuh seratus nyawa. Adakah di dunia ini pelaku dosa yang lebih besar dan lebih banyak darinya? Dosanya adalah pembunuhan dan korbannya adalah seratus nyawa. Laki-laki tersebut dengan dosanya itu tetap meraih ampunan Allah dengan taubatnya dan usaha kerasnya untuk memperbaiki diri yang dia buktikan dengan berhijrah ke kota lain yang bisa mendukung usahanya tersebut.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Taubat yang bagaimanakah yang dengannya seseorang dapat meraih ampunan Allah?
Yaitu taubat yang memenuhi lima syarat:
1). Ikhlas: Maksudnya adalah, hendaknya pemicu taubat adalah harapan terhadap pahala Allah dan kekhawatiran terhadap azab-Nya.
2). Penyesalan: Bukti penyesalan adalah harapan seandainya dia tidak melakukannya.
3). Meninggalkan dosa-dosa: Jika dosa karena meninggalkan suatu kewajiban maka taubatnya dengan melakukan yang mungkin dilakukan, dan jika dosa karena melakukan suatu larangan, maka dengan meninggalkannya, dan termasuk meninggalkan adalah meminta maaf kepada orang yang kita zhalimi dan mengembalikan haknya kepadanya. Ini jika dosa tersebut di antara sesama.
4). Niat kuat untuk tidak mengulangi
5). Taubat dilakukan sebelum pintunya ditutup. Kapan itu? Jika nafas seseorang telah sampai di kerongkongan dan jika matahari terbit dari barat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللّهُ عَلَيْهِ.
“Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan mengampuniNya.” (HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1920).
Dari Abdullah bin Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ اللّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menerima taubat seorang hamba selama nafasnya belum sampai di kerongkongan.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3537. At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”).
Taubat yang memenuhi lima syarat inilah yang menghadirkan ampunan Allah bagi pelakunya.
Jamaah Jumat rahimakumullah.
Cara kedua: Perbuatan-perbuatan baik.
Satu perbuatan baik dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, lebih dari itu bisa sampai tujuh ratus kali lipatnya bahkan berkali-kali lipat yang Allah kehendaki. Sementara satu kejahatan hanya dibalas dengan semisalnya, maka benar-benar celaka dan binasa orang-orang yang balasan kejahatannya mengungguli kebaikannya. Bagaimana tidak, kebaikan yang dilipatgandakan segitu rupa bisa dikalahkan oleh kejahatan yang hanya dibalas dengan semisalnya.
Firman Allah Ta’ala,
مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَن جَاء بِالسَّيِّئَةِ فَلاَ يُجْزَى إِلاَّ مِثْلَهَا وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-An’am: 160).
Firman Allah,
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفاً مِّنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّـيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114).
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَأَتْبِعِ السَّـيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا.
“Ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya ia menghapusnya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1988 dari Muadz bin Jabal. At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan,” dihasankan oleh al-Albani di Shahih al-Jami’, no. 97 dan Syu’aib al-Arna`uth ditahqiq Riyadh ash-Shalihin, no. 61).
Berikut ini adalah beberapa contoh kebaikan penghadir ampunan Allah.
Tauhid. Tauhid adalah kebaikan, bahkan ia adalah dasar kebaikan. Segala kebaikan dunia dan Akhirat merupakan buah dari tauhid, di samping itu ia adalah penyebab diraihnya ampunan Allah Ta’ala.
Dalam sebuah hadits qudsi Allah Ta’ala berfirman,
يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَـوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ غَـفَـرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَلَا أُبَالِيْ، يَا ابْنَ آدَمَ، لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عِـنَانَ السَّمَاءِ، ثُمَّ اسْتَغْـفَـرْتَنِيْ، غَـفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِيْ، يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُـرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا، ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ لَا تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا، لَأَتَيْتُــكَ بِـقُـرَابِهَا مَغْـفِـرَةً.
“Wahai anak Adam, selama kamu berdoa dan berharap kepadaKu niscaya Aku mengampuni dosa-dosamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai awan di langit, kemudian kamu memohon ampun kepadaku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya kamu datang kepadaKu dengan membawa dosa sepenuh jagat, kemudian kamu bertemu denganKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagat pula.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3534 dari Anas. At-Tirmidzi berkata, Hadits hasan dinyatakan kuat oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam tahqiqnya atas Riyadh ash-Shalihin, no. 1878).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Di antara kebaikan yang dengannya ampunan Allah diraih adalah syahadah (gugur sebagai syahid di jalan Allah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَغْفِـرُ اللّهُ لِلشَّهِيْدِ كُلَّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ.
“Allah mengampuni seluruh dosa orang yang mati syahid, kecuali hutang.” (HR. Muslim dari Ibnu Amr bin al-Ash, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1084).
Hutang dikecualikan karena perkaranya di antara sesama manusia, dan perkara yang demikian dikembalikan kepada pemilik hak.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Di antara kebaikan yang dengannya ampunan Allah diraih adalah berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat fardhu berjamaah setelah sebelumnya bewudhu di rumah dengan sempurna. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّـأَ لِلصَّلَاةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلَاةِ الْمَكْتُوْبَةِ فَصَلاَّهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ غَـفَـرَ اللّهُ ذُنُوْبَهُ.
“Barangsiapa berwudhu untuk shalat, dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia berjalan menuju shalat fardhu, lalu dia melaksanakannya bersama kaum muslimin atau dengan berjamaah atau di masjid, niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 132).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Kebaikan-kebaikan yang dengannya seseorang meraih ampunan Allah tidak terbatas pada ketiga perkara di atas. Agama kita kaya dengan kebaikan-kebaikan yang dengannya kita meraih ampunan Allah, bukan di sini kesempatan merincinya satu demi satu.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Cara ketiga: Menjauhi dosa-dosa besar                                         
Dosa besar adalah semua dosa yang diancam hukuman had di dunia atau mengundang murka dan laknat Allah atau diancam dengan azab akhirat. Apabila dosa dengan kriteria seperti ini dihindari, maka hal itu menjadi penyebab diraihnya ampunan dari Allah. Firman Allah Ta’ala.
إِن تَجْتَنِبُواْ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلاً كَرِيماً
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (Surga).” (QS. An-Nisa`: 31).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ.
“Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, Ramadhan ke Ramadhan adalah pelebur dosa di antaranya selama dosa-dosa besar dihindari.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah. Lihat Mukhtashar Shahih Muslim, no. 203).
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah Kedua:
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Cara keempat: istighfar
Memohon ampun kepada Allah. Istighfar sangat efektif dalam menangkal azab Allah. Firman Allah Ta’ala,
وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (Al-Anfal: 33).

Oleh karena itu pula, para Nabi mengajak kaumnya kepada istighfar. Salah satunya adalah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Nuh berkata,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً
“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun’.” (QS. Nuh: 10).
Juga Nabi Shalih alaihissalam, dia mengajak kaumnya kepada istighfar. Allah Ta’ala berfirman tentangnya,
قَالَ يَا قَوْمِ لِمَ تَسْتَعْجِلُونَ بِالسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ لَوْلَا تَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dia berkata: “Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan?Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. An-Naml: 46).
Rasulullah sendiri bahkan beristighfar seratus kali dalam sehari, meskipun beliau telah meraih jaminan ampunan Allah atas dosa-dosa yang lalu dan yang akan datang. Beliau bersabda,
وَإِنِّيْ لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ.
“Sesungguhnya aku benar-benar beristighfar kepada Allah seratus kali dalam satu hari.” (HR. Muslim dari al-Muzani, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1916).
Jika Rasulullah yang telah dijamin ampunan oleh Allah tetap beristighfar dalam hitungan di atas, lantas bagaimana dengan kita yang tidak mendapatkan jaminan tersebut?
Jamaah Jumat rahimakumullah
Hendaknya kita semua berusaha sungguh-sunggguh meraih ampunan Allah demi diri kita. Ampunan Allah adalah lebih baik daripada dunia dan segala isinya.
وَلَئِن قُتِلْتُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أَوْ مُتُّمْ لَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّهِ وَرَحْمَةٌ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmatNya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan.” (QS. Ali Imran: 157).
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالَمِينَ

Read more about Nasehat by null

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Kesalahan dan dosa bagi manusia adalah suatu kelaziman. Tidak ada manusia yang terbebas dari dosa, setebal apa pun tingkat keimanannya, seluas apa pun ilmunya dan sedalam apa pun ketakwaannya kepada Allah, selama dia adalah manusia, dia pasti suatu kali akan melakukan kesalahan dan dosa. Allah memang tidak berkehendak menciptakan manusia dalam keadaan bersih dari kesalahan dan sempurna dari dosa, karena Allah hanya menginginkan kesempurnaan untuk diriNya. Persoalan sebenarnya bukan pada manusia yang berdosa dan bersalah, akan tetapi apa yang dilakukan setelah dosa dan kesalahan tersebut? Fiman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135).
Nabi Adam telah mengukir keteladanannya dalam hal ini, bukan pada pelanggarannya terhadap larangan Allah, akan tetapi pada apa yang dia lakukan setelah dia melakukan pelanggaran tersebut. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Adam bersama istrinya diizinkan oleh Allah tinggal di surga. Allah melarangnya mendekati satu pohon yang ada di sana, tetapi Adam melanggarnya karena bujuk rayu setan, akan tetapi setelah itu Adam menyesali dan menyadari kesalahannya serta memohon ampun kepada Allah. Allah mengampuninya dan Adam pun menjadi lebih mulia dan lebih baik dari sebelumnya. Firman Allah Ta’ala,
ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى
“Kemudian Rabbnya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.” (QS. Thaha: 122).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Di sisi lain, manakala Allah menciptakan Bani Adam dengan kesalahan dan dosanya, Dia pun membuka peluang perbaikan selebar-lebarnya. Dia memanggil dan mengajak hamba-hambaNya agar memanfaatkan peluang tersebut sebaik-baiknya. Dan peluang ini senantiasa terbuka siang-malam sepanjang umur manusia atau umur dunia ini. Peluang tersebut adalah taubat untuk meraih ampunan Allah Ta’ala.

Firman Allah Ta’ala,
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar: 54).
Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِـبَادِيْ، إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْـفِـرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا فَاسْتَغْفِـرُوْنِيْ أَغْـفِـرْ لَكُمْ.
“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan siang-malam dan Aku mengampuni seluruh dosa, oleh karena itu mohonlah ampun kepadaKu, niscaya Aku mengampuni kalian.” (HR. Muslim dari Abu Dzar, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1828).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Jika Allah mengajak kepada ampunan, berjanji memaafkan dan membuka pintunya lebar-lebar, sementara kita manusia selalu berdosa, maka tidak sekedar layak, akan tetapi sangat layak kalau kita mengetuk pintu tersebut dengan harapan Dia berkenan melimpahkan maaf-Nya kepada kita semua, sesungguhnya Dia Maha Pengasih lagi Pemurah.
Sekarang bagaimana caranya agar kita dapat menggapai ampunan tersebut?
Banyak cara dan jalan menggapai ampunan Allah. Lebih dari itu, cara-cara dan jalan-jalan tersebut adalah sangat mudah, tergantung kepada kita sendiri, ingin atau tidak ingin. Di sini khatib memaparkan empat cara yang menurut pandangan khatib merupakan cara yang paling penting dan mendasar.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Cara Pertama: Taubat
Jika Allah menghendaki, tidak ada dosa yang tidak terhapus oleh taubat, seberat dan sebesar apa pun ia, jangankan dosa-dosa kecil, dosa-dosa besar pun akan terhapus oleh taubat bahkan dosa tertinggi dalam Islam, syirik, juga akan terhapus oleh taubat dengan catatan kesyirikan tersebut tidak dibawa mati. Lihatlah kepada sebagian sahabat Nabi yang di masa jahiliyah adalah orang-orang penyembah berhala. Begitu mereka bertaubat darinya, mereka pun menjadi manusia terbaik umat ini. Tengoklah seorang laki-laki dari umat terdahulu -seperti yang dikisahkan oleh Rasulullah- pembunuh seratus nyawa. Adakah di dunia ini pelaku dosa yang lebih besar dan lebih banyak darinya? Dosanya adalah pembunuhan dan korbannya adalah seratus nyawa. Laki-laki tersebut dengan dosanya itu tetap meraih ampunan Allah dengan taubatnya dan usaha kerasnya untuk memperbaiki diri yang dia buktikan dengan berhijrah ke kota lain yang bisa mendukung usahanya tersebut.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Taubat yang bagaimanakah yang dengannya seseorang dapat meraih ampunan Allah?
Yaitu taubat yang memenuhi lima syarat:
1). Ikhlas: Maksudnya adalah, hendaknya pemicu taubat adalah harapan terhadap pahala Allah dan kekhawatiran terhadap azab-Nya.
2). Penyesalan: Bukti penyesalan adalah harapan seandainya dia tidak melakukannya.
3). Meninggalkan dosa-dosa: Jika dosa karena meninggalkan suatu kewajiban maka taubatnya dengan melakukan yang mungkin dilakukan, dan jika dosa karena melakukan suatu larangan, maka dengan meninggalkannya, dan termasuk meninggalkan adalah meminta maaf kepada orang yang kita zhalimi dan mengembalikan haknya kepadanya. Ini jika dosa tersebut di antara sesama.
4). Niat kuat untuk tidak mengulangi
5). Taubat dilakukan sebelum pintunya ditutup. Kapan itu? Jika nafas seseorang telah sampai di kerongkongan dan jika matahari terbit dari barat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللّهُ عَلَيْهِ.
“Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan mengampuniNya.” (HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1920).
Dari Abdullah bin Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ اللّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menerima taubat seorang hamba selama nafasnya belum sampai di kerongkongan.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3537. At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”).
Taubat yang memenuhi lima syarat inilah yang menghadirkan ampunan Allah bagi pelakunya.
Jamaah Jumat rahimakumullah.
Cara kedua: Perbuatan-perbuatan baik.
Satu perbuatan baik dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, lebih dari itu bisa sampai tujuh ratus kali lipatnya bahkan berkali-kali lipat yang Allah kehendaki. Sementara satu kejahatan hanya dibalas dengan semisalnya, maka benar-benar celaka dan binasa orang-orang yang balasan kejahatannya mengungguli kebaikannya. Bagaimana tidak, kebaikan yang dilipatgandakan segitu rupa bisa dikalahkan oleh kejahatan yang hanya dibalas dengan semisalnya.
Firman Allah Ta’ala,
مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَن جَاء بِالسَّيِّئَةِ فَلاَ يُجْزَى إِلاَّ مِثْلَهَا وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-An’am: 160).
Firman Allah,
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفاً مِّنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّـيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114).
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَأَتْبِعِ السَّـيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا.
“Ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya ia menghapusnya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1988 dari Muadz bin Jabal. At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan,” dihasankan oleh al-Albani di Shahih al-Jami’, no. 97 dan Syu’aib al-Arna`uth ditahqiq Riyadh ash-Shalihin, no. 61).
Berikut ini adalah beberapa contoh kebaikan penghadir ampunan Allah.
Tauhid. Tauhid adalah kebaikan, bahkan ia adalah dasar kebaikan. Segala kebaikan dunia dan Akhirat merupakan buah dari tauhid, di samping itu ia adalah penyebab diraihnya ampunan Allah Ta’ala.
Dalam sebuah hadits qudsi Allah Ta’ala berfirman,
يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَـوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ غَـفَـرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَلَا أُبَالِيْ، يَا ابْنَ آدَمَ، لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عِـنَانَ السَّمَاءِ، ثُمَّ اسْتَغْـفَـرْتَنِيْ، غَـفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِيْ، يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُـرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا، ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ لَا تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا، لَأَتَيْتُــكَ بِـقُـرَابِهَا مَغْـفِـرَةً.
“Wahai anak Adam, selama kamu berdoa dan berharap kepadaKu niscaya Aku mengampuni dosa-dosamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai awan di langit, kemudian kamu memohon ampun kepadaku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya kamu datang kepadaKu dengan membawa dosa sepenuh jagat, kemudian kamu bertemu denganKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagat pula.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3534 dari Anas. At-Tirmidzi berkata, Hadits hasan dinyatakan kuat oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam tahqiqnya atas Riyadh ash-Shalihin, no. 1878).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Di antara kebaikan yang dengannya ampunan Allah diraih adalah syahadah (gugur sebagai syahid di jalan Allah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَغْفِـرُ اللّهُ لِلشَّهِيْدِ كُلَّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ.
“Allah mengampuni seluruh dosa orang yang mati syahid, kecuali hutang.” (HR. Muslim dari Ibnu Amr bin al-Ash, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1084).
Hutang dikecualikan karena perkaranya di antara sesama manusia, dan perkara yang demikian dikembalikan kepada pemilik hak.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Di antara kebaikan yang dengannya ampunan Allah diraih adalah berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat fardhu berjamaah setelah sebelumnya bewudhu di rumah dengan sempurna. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّـأَ لِلصَّلَاةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلَاةِ الْمَكْتُوْبَةِ فَصَلاَّهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ غَـفَـرَ اللّهُ ذُنُوْبَهُ.
“Barangsiapa berwudhu untuk shalat, dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia berjalan menuju shalat fardhu, lalu dia melaksanakannya bersama kaum muslimin atau dengan berjamaah atau di masjid, niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 132).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Kebaikan-kebaikan yang dengannya seseorang meraih ampunan Allah tidak terbatas pada ketiga perkara di atas. Agama kita kaya dengan kebaikan-kebaikan yang dengannya kita meraih ampunan Allah, bukan di sini kesempatan merincinya satu demi satu.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Cara ketiga: Menjauhi dosa-dosa besar                                         
Dosa besar adalah semua dosa yang diancam hukuman had di dunia atau mengundang murka dan laknat Allah atau diancam dengan azab akhirat. Apabila dosa dengan kriteria seperti ini dihindari, maka hal itu menjadi penyebab diraihnya ampunan dari Allah. Firman Allah Ta’ala.
إِن تَجْتَنِبُواْ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلاً كَرِيماً
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (Surga).” (QS. An-Nisa`: 31).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ.
“Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, Ramadhan ke Ramadhan adalah pelebur dosa di antaranya selama dosa-dosa besar dihindari.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah. Lihat Mukhtashar Shahih Muslim, no. 203).
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah Kedua:
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Cara keempat: istighfar
Memohon ampun kepada Allah. Istighfar sangat efektif dalam menangkal azab Allah. Firman Allah Ta’ala,
وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (Al-Anfal: 33).

Oleh karena itu pula, para Nabi mengajak kaumnya kepada istighfar. Salah satunya adalah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Nuh berkata,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً
“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun’.” (QS. Nuh: 10).
Juga Nabi Shalih alaihissalam, dia mengajak kaumnya kepada istighfar. Allah Ta’ala berfirman tentangnya,
قَالَ يَا قَوْمِ لِمَ تَسْتَعْجِلُونَ بِالسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ لَوْلَا تَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dia berkata: “Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan?Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. An-Naml: 46).
Rasulullah sendiri bahkan beristighfar seratus kali dalam sehari, meskipun beliau telah meraih jaminan ampunan Allah atas dosa-dosa yang lalu dan yang akan datang. Beliau bersabda,
وَإِنِّيْ لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ.
“Sesungguhnya aku benar-benar beristighfar kepada Allah seratus kali dalam satu hari.” (HR. Muslim dari al-Muzani, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1916).
Jika Rasulullah yang telah dijamin ampunan oleh Allah tetap beristighfar dalam hitungan di atas, lantas bagaimana dengan kita yang tidak mendapatkan jaminan tersebut?
Jamaah Jumat rahimakumullah
Hendaknya kita semua berusaha sungguh-sunggguh meraih ampunan Allah demi diri kita. Ampunan Allah adalah lebih baik daripada dunia dan segala isinya.
وَلَئِن قُتِلْتُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أَوْ مُتُّمْ لَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّهِ وَرَحْمَةٌ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmatNya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan.” (QS. Ali Imran: 157).
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالَمِينَ

Read more about Nasehat by null
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Kesalahan dan dosa bagi manusia adalah suatu kelaziman. Tidak ada manusia yang terbebas dari dosa, setebal apa pun tingkat keimanannya, seluas apa pun ilmunya dan sedalam apa pun ketakwaannya kepada Allah, selama dia adalah manusia, dia pasti suatu kali akan melakukan kesalahan dan dosa. Allah memang tidak berkehendak menciptakan manusia dalam keadaan bersih dari kesalahan dan sempurna dari dosa, karena Allah hanya menginginkan kesempurnaan untuk diriNya. Persoalan sebenarnya bukan pada manusia yang berdosa dan bersalah, akan tetapi apa yang dilakukan setelah dosa dan kesalahan tersebut? Fiman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135).
Nabi Adam telah mengukir keteladanannya dalam hal ini, bukan pada pelanggarannya terhadap larangan Allah, akan tetapi pada apa yang dia lakukan setelah dia melakukan pelanggaran tersebut. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Adam bersama istrinya diizinkan oleh Allah tinggal di surga. Allah melarangnya mendekati satu pohon yang ada di sana, tetapi Adam melanggarnya karena bujuk rayu setan, akan tetapi setelah itu Adam menyesali dan menyadari kesalahannya serta memohon ampun kepada Allah. Allah mengampuninya dan Adam pun menjadi lebih mulia dan lebih baik dari sebelumnya. Firman Allah Ta’ala,
ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى
“Kemudian Rabbnya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.” (QS. Thaha: 122).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Di sisi lain, manakala Allah menciptakan Bani Adam dengan kesalahan dan dosanya, Dia pun membuka peluang perbaikan selebar-lebarnya. Dia memanggil dan mengajak hamba-hambaNya agar memanfaatkan peluang tersebut sebaik-baiknya. Dan peluang ini senantiasa terbuka siang-malam sepanjang umur manusia atau umur dunia ini. Peluang tersebut adalah taubat untuk meraih ampunan Allah Ta’ala.

Firman Allah Ta’ala,
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar: 54).
Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِـبَادِيْ، إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْـفِـرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا فَاسْتَغْفِـرُوْنِيْ أَغْـفِـرْ لَكُمْ.
“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan siang-malam dan Aku mengampuni seluruh dosa, oleh karena itu mohonlah ampun kepadaKu, niscaya Aku mengampuni kalian.” (HR. Muslim dari Abu Dzar, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1828).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Jika Allah mengajak kepada ampunan, berjanji memaafkan dan membuka pintunya lebar-lebar, sementara kita manusia selalu berdosa, maka tidak sekedar layak, akan tetapi sangat layak kalau kita mengetuk pintu tersebut dengan harapan Dia berkenan melimpahkan maaf-Nya kepada kita semua, sesungguhnya Dia Maha Pengasih lagi Pemurah.
Sekarang bagaimana caranya agar kita dapat menggapai ampunan tersebut?
Banyak cara dan jalan menggapai ampunan Allah. Lebih dari itu, cara-cara dan jalan-jalan tersebut adalah sangat mudah, tergantung kepada kita sendiri, ingin atau tidak ingin. Di sini khatib memaparkan empat cara yang menurut pandangan khatib merupakan cara yang paling penting dan mendasar.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Cara Pertama: Taubat
Jika Allah menghendaki, tidak ada dosa yang tidak terhapus oleh taubat, seberat dan sebesar apa pun ia, jangankan dosa-dosa kecil, dosa-dosa besar pun akan terhapus oleh taubat bahkan dosa tertinggi dalam Islam, syirik, juga akan terhapus oleh taubat dengan catatan kesyirikan tersebut tidak dibawa mati. Lihatlah kepada sebagian sahabat Nabi yang di masa jahiliyah adalah orang-orang penyembah berhala. Begitu mereka bertaubat darinya, mereka pun menjadi manusia terbaik umat ini. Tengoklah seorang laki-laki dari umat terdahulu -seperti yang dikisahkan oleh Rasulullah- pembunuh seratus nyawa. Adakah di dunia ini pelaku dosa yang lebih besar dan lebih banyak darinya? Dosanya adalah pembunuhan dan korbannya adalah seratus nyawa. Laki-laki tersebut dengan dosanya itu tetap meraih ampunan Allah dengan taubatnya dan usaha kerasnya untuk memperbaiki diri yang dia buktikan dengan berhijrah ke kota lain yang bisa mendukung usahanya tersebut.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Taubat yang bagaimanakah yang dengannya seseorang dapat meraih ampunan Allah?
Yaitu taubat yang memenuhi lima syarat:
1). Ikhlas: Maksudnya adalah, hendaknya pemicu taubat adalah harapan terhadap pahala Allah dan kekhawatiran terhadap azab-Nya.
2). Penyesalan: Bukti penyesalan adalah harapan seandainya dia tidak melakukannya.
3). Meninggalkan dosa-dosa: Jika dosa karena meninggalkan suatu kewajiban maka taubatnya dengan melakukan yang mungkin dilakukan, dan jika dosa karena melakukan suatu larangan, maka dengan meninggalkannya, dan termasuk meninggalkan adalah meminta maaf kepada orang yang kita zhalimi dan mengembalikan haknya kepadanya. Ini jika dosa tersebut di antara sesama.
4). Niat kuat untuk tidak mengulangi
5). Taubat dilakukan sebelum pintunya ditutup. Kapan itu? Jika nafas seseorang telah sampai di kerongkongan dan jika matahari terbit dari barat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللّهُ عَلَيْهِ.
“Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan mengampuniNya.” (HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1920).
Dari Abdullah bin Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ اللّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menerima taubat seorang hamba selama nafasnya belum sampai di kerongkongan.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3537. At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”).
Taubat yang memenuhi lima syarat inilah yang menghadirkan ampunan Allah bagi pelakunya.
Jamaah Jumat rahimakumullah.
Cara kedua: Perbuatan-perbuatan baik.
Satu perbuatan baik dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, lebih dari itu bisa sampai tujuh ratus kali lipatnya bahkan berkali-kali lipat yang Allah kehendaki. Sementara satu kejahatan hanya dibalas dengan semisalnya, maka benar-benar celaka dan binasa orang-orang yang balasan kejahatannya mengungguli kebaikannya. Bagaimana tidak, kebaikan yang dilipatgandakan segitu rupa bisa dikalahkan oleh kejahatan yang hanya dibalas dengan semisalnya.
Firman Allah Ta’ala,
مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَن جَاء بِالسَّيِّئَةِ فَلاَ يُجْزَى إِلاَّ مِثْلَهَا وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-An’am: 160).
Firman Allah,
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفاً مِّنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّـيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114).
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَأَتْبِعِ السَّـيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا.
“Ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya ia menghapusnya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1988 dari Muadz bin Jabal. At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan,” dihasankan oleh al-Albani di Shahih al-Jami’, no. 97 dan Syu’aib al-Arna`uth ditahqiq Riyadh ash-Shalihin, no. 61).
Berikut ini adalah beberapa contoh kebaikan penghadir ampunan Allah.
Tauhid. Tauhid adalah kebaikan, bahkan ia adalah dasar kebaikan. Segala kebaikan dunia dan Akhirat merupakan buah dari tauhid, di samping itu ia adalah penyebab diraihnya ampunan Allah Ta’ala.
Dalam sebuah hadits qudsi Allah Ta’ala berfirman,
يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَـوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ غَـفَـرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَلَا أُبَالِيْ، يَا ابْنَ آدَمَ، لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عِـنَانَ السَّمَاءِ، ثُمَّ اسْتَغْـفَـرْتَنِيْ، غَـفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِيْ، يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُـرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا، ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ لَا تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا، لَأَتَيْتُــكَ بِـقُـرَابِهَا مَغْـفِـرَةً.
“Wahai anak Adam, selama kamu berdoa dan berharap kepadaKu niscaya Aku mengampuni dosa-dosamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai awan di langit, kemudian kamu memohon ampun kepadaku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya kamu datang kepadaKu dengan membawa dosa sepenuh jagat, kemudian kamu bertemu denganKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagat pula.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3534 dari Anas. At-Tirmidzi berkata, Hadits hasan dinyatakan kuat oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam tahqiqnya atas Riyadh ash-Shalihin, no. 1878).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Di antara kebaikan yang dengannya ampunan Allah diraih adalah syahadah (gugur sebagai syahid di jalan Allah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَغْفِـرُ اللّهُ لِلشَّهِيْدِ كُلَّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ.
“Allah mengampuni seluruh dosa orang yang mati syahid, kecuali hutang.” (HR. Muslim dari Ibnu Amr bin al-Ash, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1084).
Hutang dikecualikan karena perkaranya di antara sesama manusia, dan perkara yang demikian dikembalikan kepada pemilik hak.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Di antara kebaikan yang dengannya ampunan Allah diraih adalah berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat fardhu berjamaah setelah sebelumnya bewudhu di rumah dengan sempurna. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّـأَ لِلصَّلَاةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلَاةِ الْمَكْتُوْبَةِ فَصَلاَّهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ غَـفَـرَ اللّهُ ذُنُوْبَهُ.
“Barangsiapa berwudhu untuk shalat, dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia berjalan menuju shalat fardhu, lalu dia melaksanakannya bersama kaum muslimin atau dengan berjamaah atau di masjid, niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 132).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Kebaikan-kebaikan yang dengannya seseorang meraih ampunan Allah tidak terbatas pada ketiga perkara di atas. Agama kita kaya dengan kebaikan-kebaikan yang dengannya kita meraih ampunan Allah, bukan di sini kesempatan merincinya satu demi satu.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Cara ketiga: Menjauhi dosa-dosa besar                                         
Dosa besar adalah semua dosa yang diancam hukuman had di dunia atau mengundang murka dan laknat Allah atau diancam dengan azab akhirat. Apabila dosa dengan kriteria seperti ini dihindari, maka hal itu menjadi penyebab diraihnya ampunan dari Allah. Firman Allah Ta’ala.
إِن تَجْتَنِبُواْ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلاً كَرِيماً
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (Surga).” (QS. An-Nisa`: 31).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ.
“Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, Ramadhan ke Ramadhan adalah pelebur dosa di antaranya selama dosa-dosa besar dihindari.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah. Lihat Mukhtashar Shahih Muslim, no. 203).
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah Kedua:
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Cara keempat: istighfar
Memohon ampun kepada Allah. Istighfar sangat efektif dalam menangkal azab Allah. Firman Allah Ta’ala,
وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (Al-Anfal: 33).

Oleh karena itu pula, para Nabi mengajak kaumnya kepada istighfar. Salah satunya adalah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Nuh berkata,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً
“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun’.” (QS. Nuh: 10).
Juga Nabi Shalih alaihissalam, dia mengajak kaumnya kepada istighfar. Allah Ta’ala berfirman tentangnya,
قَالَ يَا قَوْمِ لِمَ تَسْتَعْجِلُونَ بِالسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ لَوْلَا تَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dia berkata: “Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan?Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. An-Naml: 46).
Rasulullah sendiri bahkan beristighfar seratus kali dalam sehari, meskipun beliau telah meraih jaminan ampunan Allah atas dosa-dosa yang lalu dan yang akan datang. Beliau bersabda,
وَإِنِّيْ لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ.
“Sesungguhnya aku benar-benar beristighfar kepada Allah seratus kali dalam satu hari.” (HR. Muslim dari al-Muzani, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1916).
Jika Rasulullah yang telah dijamin ampunan oleh Allah tetap beristighfar dalam hitungan di atas, lantas bagaimana dengan kita yang tidak mendapatkan jaminan tersebut?
Jamaah Jumat rahimakumullah
Hendaknya kita semua berusaha sungguh-sunggguh meraih ampunan Allah demi diri kita. Ampunan Allah adalah lebih baik daripada dunia dan segala isinya.
وَلَئِن قُتِلْتُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أَوْ مُتُّمْ لَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّهِ وَرَحْمَةٌ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmatNya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan.” (QS. Ali Imran: 157).
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالَمِينَ

Read more about Nasehat by null